KEBIJAKAN TENTANG PENERBITAN

Dalam penerbitan Prangko Indonesia Dirjen Postel mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi nomor 81/Dirjen/2000 tanggal 19 Juli 2000 . Surat Keputusan dimaksud antara lain :

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI

 

NOMOR: 81/DIRJEN/2000

 

TENTANG

 

KETENTUAN PENERBITAN PRANGKO DAN BENDA FILATELI

 

BAB I

 

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Prangko adalah benda berharga yang proses pencetakannya diperlakukan sebagai dokumen sekuriti yang fungsi utamanya sebagai tanda pelunasan porto dan bea jasa pos dan giro.

  2. Prangko Definitif adalah prangko yang diterbitkan semata-mata untuk pemrangkoan yang dapat dicetak ulang sesuai kebutuhan, tidak dibatasi masa jual dan masa laku, penghentian ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

  3. Prangko Non Definitif adalah prangko yang diterbitkan dengan pembatasan jumlah cetak, masa jual dan masa lakunya sebagai prangko istimewa, peringatan, amal, lebel.

  4. Prangko Istimewa adalah prangko yang diterbitkan untuk mempromosikan kepada masyarakat tentang ajakan untuk melakukan hal-hal yang berguna bagi tujuan kemanusiaan dan sosial budaya.

  5. Prangko Peringatan adalah prangko yang diterbitkan dalam rangka memperingati suatu kejadian atau peristiwa baik yang bersifat nasional maupun internasional.

  6. Prangko Amal adalah prangko yang diterbitkan dengan tambahan harga dengan maksud untuk menghimpun dana bagi kepentingan kemanusiaan yang hasilnya disumbangkan kepada badan-badan amal yang ditetapkan oleh Pemerintah.

  7. Prangko Prisma adalah prangko yang diterbitkan dalam komposisi bergandengan dengan tab (lebel) yang diberi gambar identitas berbeda dengan prangkonya dan dipisahkan dengan perforasi.

  8. Tema prangko adalah pesan khusus yang menjadi acuan pembuatan desain prangko.

  9. Desain prangko adalah model gambar prangko yang dirancang secara khusus untuk pembuatan acuan cetak.

  10. Reproduksi prangko adalah penggandaan prangko dengan teknik fotografi, elektronika, fotocopy, cetak computer, rotograf dll.

  11. Buku prangko atau booklet stamps adalah lembaran prangko (pane) yang dikemas dalam buku seukuran saku.

  12. Benda pos bercetakan prangko atau Postal Stationary adalah benda pos yang telah tercetak prangko pada bagian depannya yang dimaksudkan sebagai pelunasan porto.

  13. Porto adalah biaya dasar yang harus dibayar untuk pengiriman suratpos, paketpos, weselpos dan pelayanan giro dan cekpos.

  14. Sampul Hari Pertama adalah sampul yang diterbitkan PT. Pos Indonesia bersamaan dengan penerbitan prangko baru. Pada bagian depannya memuat gambaran yang sesuai dengan prangko tersebut dan ditempeli prangkonya yang dibubuhi teraan cap "Hari Terbit Pertama".

  15. Sampul Peringatan adalah sampul yang dibuat khusus untuk menandai atau memperingati suatu peristiwa atau kejadian yang dianggap penting.

  16. Carik Kenangan atau Souvenir Sheet adalah sehelai kertas dengan ukuran lebih besar dari prangkonya, tepinya tidak bergigi dan di dalamnya memuat prangko, dan dapat dipergunakan untuk pemrangkoan

  17. Carnet adalah lembaran kertas tebal dalam bentuk lipatan baru yang bagian dalamnya ditempeli prangko terbitan baru yang telah dibubuhi cap "Hari Terbit Pertama" sedangkan bagian luarnya memuat tulisan atau gambar yang sesuai dengan prangko tersebut.

  18. Kartu Maksimum atau Maximum Card adalah kartupos bergambar yang disesuaikan dengan gambar prangkonya yang dilekatkan pada bagian belakangnya dan dibubuhi teraan cap "Hari Terbit Pertama".

  19. Pemohon adalah instansi Pemerintah, Badan Usaha dan atau pihak swasta nasional maupun internasional yang mengajukan penerbitan prangko.

  20. Hak Cipta atau Copy Right adalah hak untuk memproduksi atau memperbanyak.

  21. Dokumen security adalah segala jenis dokumen yang berlaku untuk umum yang memerlukan perlindungan terhadap pemalsuan atau penyalahgunaan, kerusakan dan atau pencurian yang penerbitan dan pencetakannya diatur oleh pemerintah.

  22. Percetakan sekuriti adalah badan usaha percetakan yang telah memiliki ijin operasi pencetakan dokumen security dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) atau yang menurut peraturan pemerintah dinyatakan sebagai percetakan sekuriti.

  23. BOTASUPAL adalah lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas sebagai Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu.

  24. Lembaga Teknis adalah Lembaga Pemerintah yang membidangi pembinaan sosial sesuai teknis operasionalnya.

  25. Tim Persiapan adalah suatu Tim yang dibentuk oleh pemohon untuk menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembuatan desain prangko.

  26. Tim Pembinaan adalah suatu Tim yang dibentuk dengan surat keputusan Direktur Jenderal yang anggota-anggota terdiri dari unsur-unsur Ditjen Postel, PT. Pos Indonesia, Percetakan, Instansi atau lembaga atau perorangan yang dianggap ahli dalam bidangnya dan bertugas membantu memberikan pertimbangan mengenai permasalahan perprangkoan dan perfilatelian kepada Direktur Jenderal.

  27. Direksi adalah Direksi PT. Pos Indonesia (Persero).

  28. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

 

 

BAB II

 

PROGRAM PENERBITAN PRANGKO

 

Pasal 2

 

Jenis prangko terdiri dari prangko definitif dan prangko non definitif.

 

Pasal 3

 

  1. Rencana penerbitan prangko untuk masa satu tahun takwim dituangkan dalam program penerbitan prangko.

  2. Program penerbitan prangko diusulkan oleh Tim Pembinaan yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Jenderal.

  3. Program penerbitan prangko ditetapkan pada bulan Januari dua tahun sebelumnya.

  4. Dalam satu tahun takwim sebanyak-banyaknya diterbitkan:

    1. Prangko Definitif, 1(satu) seri;

    2. Prangko Non Definitif, terdiri dari :

      1. Prangko 17 (tujuh belas) seri;

      2. Prisma 2 (dua) seri;

      3. Carik Kenangan 6 (enam) seri;

      4. Bendapos bercetakan prangko 2 (dua) seri;

      5. Buku Prangko 2 (seri) seri

BAB III

 

BENDA FILATELI

 

Pasal 4

 

Benda filateli selain prangko terdiri dari Sampul Hari Pertama, Sampul Peringatan, Carnet, Kartu Maksimum, Booklet, Mini Sheet (Sheetlet), Stamp Pack, Kartupos, Aerogram dan produk pos lainnya yang menjadi koleksi filateli.

 

Pasal 5

 

Penerbitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 oleh PT. Pos Indonesia ditetapkan oleh Direksi dan pelaksanaannya dilaporkan kepada Direktur Jenderal.

 

Pasal 6

 

Penandatanganan benda filateli oleh pejabat tinggi atau tertinggi negara, pejabat tinggi pemerintah atau badan internasional diatur oleh Direktur Jenderal.

 

 

BAB IV

 

TEMA, DESAIN DAN TULISAN DALAM PRANGKO

 

Pasal 7

 

  1. Tema dan desain prangko harus sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, GBHN dan peraturan perundangan yang berlaku serta mengikuti ketentuan-ketentuan dalam konvensi Perhimpunan Pos Sedunia (Universal Postal Union).

  2. Tema prangko diusulkan oleh Tim Pembinaan dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

 

Pasal 8

 

Desain prangko diusulkan oleh Direksi dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang diberi tugas.

 

Pasal 9

 

  1. Pengadaan desain prangko diusahakan dengan cara:

    1. Memesan langsung kepada desainer tertentu;

    2. Mengadakan sayembara secara terbatas;

    3. Mengadakan sayembara secara terbuka.

  1. Segala biaya yang berkaitan dengan pengadaan dan perencanaan desain dibebankan kepada Direksi atau pemohon yang besarnya ditetapkan oleh Direksi.

Pasal 10

  1. Tulisan yang tercantum dalam prangko harus mencantumkan nama negara "Indonesia", nilai nominal, tahun penerbitan dan nama seri prangko.

  2. Nama seri prangko dapat menggunakan bahasa latin atau bahasa asing lainnya jika diperlukan.

 

BAB V

 

KRITERIA PRANGKO

 

Pasal 11

  1. Gambar tokoh nasional yang masih hidup yang dapat ditampilkan pada prangko hanya Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

  2. Gambar tokoh nasional yang telah meninggal dunia dapat ditampilkan di atas prangko apabila tokoh-tokoh tersebut telah ditetapkan/dikukuhkan sebagai tokoh oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 12

  1. Gambar tokoh internasional yang telah meninggal dunia dapat ditampilkan di atas prangko, apabila Direktur Jenderal menilai tokoh tersebut perlu dan patut ditampilkan di atas prangko.

  2. Desain gambar yang membawa misi internasional/dunia harus sejalan dengan kebijakan nasional.

Pasal 13

Logo/lambang yang dapat dicantumkan pada prangko harus merupakan logo/lambang yang bersifat nasional dan atau internasional serta harus terlebih dahulu mendapatkan ijin secara tertulis dari Badan/Lembaga Nasional dan atau internasional yang bersangkutan.

 

Pasal 14

Prangko tidak boleh mengandung unsur-unsur promosi untuk kepentingan suatu perusahaan/organisasi yang bersifat perniagaan dan tidak pula dimaksudkan untuk pengumpulan dana bagi suatu badan/organisasi/ perorangan.

 

Pasal 15

 

Gambar identitas yang tercantum pada tab prangko prisma harus sopan, tidak menyerupai prangko dan atau meniru prangko.

 

BAB VI

 

USULAN PENERBITAN

 

Pasal 16

  1. Usulan penerbitan prangko amal oleh Lembaga Pemerintah yang mengurusi masalah sosial.

  2. Harga tambahan besarnya tidak boleh lebih 20% (duapuluh persen) dari harga nominal prangko.

  3. Pendapatan penjualan prangko amal setelah dikurangi dengan harga nominal prangko dan biaya lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, diserahkan kepada pemohon.

  4. Dalam satu tahun takwim hanya dapat diterbitkan satu kali prangko amal.

 

Pasal 17

 

Usulan penerbitan prangko yang dimaksudkan untuk memperingati suatu peristiwa nasional atau internasional, hanya akan dipertimbangkan apabila merupakan kelipatan 25 (duapuluh lima) tahun.

 

Pasal 18

Usulan penerbitan prangko bersama antara Indonesia dengan 1 (satu) negara atau lebih dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu dilakukan kesepakatan tertulis dalam bentuk surat perjanjian kerjasama yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

 

Pasal 19

Bagi pemohon bukan lembaga Pemerintah yang usulannya diterima untuk diterbitkan prangko, diwajibkan untuk membeli sekurang-kurangnya 5 % (lima persen) dari jumlah prangko yang diterbitkan.

 

 

BAB VII

 

TATA CARA PERMOHONAN

 

Pasal 20

  1. Permohonan penerbitan diajukan kepada Direktur Jenderal yang berisikan :

  1. Latar belakang/alasan-alasan permohonan penerbitan, rencana tanggal terbit, acara peluncuran;

  2. Rekomendasi/persetujuan instansi terkait seperti badan/lembaga-lembaga yang logonya dicantumkan;

  3. Persetujuan dari pihak keluarga untuk tokoh nasional;

  4. Contoh desain dan data prangko yang akan diterbitkan.

  1. Permohonan penerbitan diajukan selambat-lambatnya pada bulan September.

  2. Surat permohonan ditatausahakan untuk pada waktunya dibahas dalam rapat Tim Pembinaan yang hasilnya diajukan kepada Direktur Jenderal.

  3. Keputusan untuk menerima atau menolak permohonan sepenuhnya menjadi wewenang Direktur Jenderal.

 

Pasal 21

  1. Bilamana permohonan diterima, pemohon diwajibkan untuk membentuk Tim Persiapan yang beranggotakan unsur-unsur Pemohon, Ditjen Postel, PT. Pos Indonesia, Percetakan dan unsur-unsur terkait lainnya.

  2. Pembentukan Tim Persiapan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum tanggall terbit prangko tersebut.

 

BAB VIII

 

MASA JUAL, MASA LAKU DAN HARGA JUAL

 

Pasal 22

 

  1. Prangko definitif, masa jual dan masa laku tidak dibatasi.

  2. Prangko non definitif, carik kenangan, benda pos bercetakan prangko dan buku prangko:

  1. masa jual selama tahun penerbitan ditambah 1(satu) tahun berikutnya;

  2. masa laku selama tahun penerbitan ditambah 3 (tiga) tahun berikutnya.

 

Pasal 23

  1. Harga jual prangko definitif, prangko non definitif, carik kenangan, benda pos bercetakan prangko dan buku prangko di loket kantor pos maupun pada loket filateli sesuai nilai nominal.

  2. Harga jual khusus prangko prisma tidak boleh lebih dari 160% (seratus enam puluh per seratus) dari harga nominal.

  3. Harga jual benda filateli selain yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direksi dan diumumkan kepada masyarakat.

 

BAB IX

 

JUMLAH CETAK DAN NILAI NOMINAL

 

Pasal 24

 

Jumlah cetak dan nilai nominal prangko diusulkan oleh Direksi berdasarkan kebutuhan dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

 

BAB X

 

PENCETAKAN PRANGKO

 

Pasal 25

 

  1. Pencetakan prangko dilaksanakan oleh percetakan sekuriti yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Swasta dalam negeri.

  2.  

  3. Pencetakan prangko ke luar negeri harus melalui percetakan security dalam negeri yang ditunjuk Direksi dan telah diteliti kebenarannya oleh BOTASUPAL.

 

Pasal 26

 

  1. Pemesan pencetakan prangko adalah Direksi dan atau pejabat yang diberi tugas.

  2. Pencetakan prangko dilakukan oleh percetakan yang didasarkan perjanjian kerjasama dengan Direksi.

  3. Prangko dicetak sesuai dengan desain prangko yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal.

  4. Segala biaya yang bertalian dengan pencetakan prangko dibebankan kepada Direksi.

 

Pasal 27

 

Prangko yang diterbitkan harus sesuai dengan standar perprangkoan Indonesia yang diatur tersendiri dengan keputusan Direktur Jenderal.

 

 

BAB XI

 

PEMBATALAN DAN PENARIKAN DARI PEREDARAN

 

Pasal 28

 

  1. Pembatalan dan penarikan prangko dari peredaran dilakukan oleh Direktur Jenderal dengan Surat Keputusan.

  2. Pembatalan dan penarikan prangko dari peredaran diumumkan kepada masyarakat.

 

 

BAB XII

 

PEMUSNAHAN

 

Pasal 29

 

Pelat cetak prangko yang telah aus atau yang telah tidak dipergunakan lagi untuk pencetakan, dimusnahkan yang pelaksnaannya diatur oleh Direksi.

 

Pasal 30

 

Semua hasil cetak coba, salah cetak, limbah dan lain-lain yang karena sesuatu hal tidak dapat diserahkan kepada PT. Pos Indonesia harus dimusnahkan yang pelaksnaannya diatur oleh Direksi.

 

Pasal 31

 

  1. Prangko yang cacat atau rusak, ditarik dari peredaran atau dibatalkan dalam proses pencetakan dimusnahkan yang pelaksanaannya diatur oleh Direksi.

  2. Sisa prangko yang masih ada pada persediaan yang telah berakhir masa jualnya, dan prangko yang rusak dalam penyimpanan, dimusnahkan yang pelaksanaannya diatur oleh Direksi.

 

Pasal 32

 

Pemusnahan prangko dan benda-benda filateli dilaksanakan melalui tata cara yang ditetapkan tersendiri dengan ketentuan Direktur Jenderal.

 

Pasal 33

 

Prangko yang dimusnahkan diumumkan kepada masyarakat dengan mencantumkan tahun terbit, seri dan jumlah kepingnya tanpa menyebut nilai nominal.

BAB XIII

 

HAK CIPTA

 

Pasal 34

 

  1. Hak cipta prangko, carik kenangan dan benda pos bercetakan prangko serta buku prangko ada pada Direktur Jenderal.

  2. Perubahan yang dilakukan dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

 

 

BAB XIV

 

REPRODUKSI

 

Pasal 35

  1. Reproduksi prangko terlebih dahulu harus mendapat persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal.

  2. Hasil reproduksi prangko untuk keperluan informasi iklan, dan tujuan komersil lainnya hasil secara keseluruhan warna dan atau ukuran tidak boleh setajam dan sama dengan yang asli.

  3. Untuk keperluan penyidikan dan atau penyelidikan kasus pemalsuan dan keperluan penelitian, serta tujuan lain bukan komersial, reproduksi prangko boleh setajam dan sama besarnya dengan yang asli hanya dengan warna hitam putih.

 

BAB XV

 

P E N U T U P

 

Pasal 36

Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor: 045/Dirjen/1998 tentang Tata Cara Penerbitan Prangko dan Benda-benda Filateli dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 37

 

Program Penerbitan Prangko Tahun 2000, tahun 2001 dan tahun 2002 pada lampiran I dan II, dinyatakan tetap berlaku.

 

Pasal 38

 

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal: 19 Juli 2000

DIRJEN POSTEL

dto

SASMITO DIRDJO

 

Source: http://filateli.wasantara.net.id