First Created October 4, 1998
JAKARTA - Ternyata tidak benar isyu yang menyebutkan bahwa salah
satu dari 4 prangko seri Presiden Habibie yang terbit 17 Agustus
1998, ditarik dari peredaran. Sebelumnya, sempat dikabarkan bahwa
prangko dengan harga satuan Rp 4.500, ditarik dari peredaran karena
ada kesalahan pada perforasi (lubang-lubang kecil seperti gigi
di pinggir prangko). Dalam isyu yang sempat tersebar sedikitnya di kalangan filatelis
di Jakarta dan Bandung itu disebutkan, ukuran perforasi prangko
Presiden Habibie berharga satuan Rp 4.500 berbeda dengan tiga
prangko lainnya dalam seri yang sama. Yaitu prangko berharga satuan
Rp 300, Rp 700, dan Rp 5.000. Bahkan isyu lainnya menyebutkan, Sampul Hari Pertama (SHP) prangko
itu juga ditarik dari peredaran. Karena pada SHP itu juga terdapat
prangko berharga satuan Rp 4.500. Namun seperti ditegaskan pihak
Divisi Filateli PT Pos Indonesia, isyu tersebut tidak betul dan
tidak ada prangko maupun SHP seri Presiden Habibie yang ditarik
dari peredaran. Sementara itu, berkaitan dengan penerbitan prangko Reformasi,
setelah ditunda, maka dipastikan akan terbit 28 Oktober 1998.
Prangko dengan desain aksi mahasiswa memperjuangkan reformasi
di gedung DPR/MPR dengan harga satuan Rp 1.000, tetap akan diterbitkan.
Namun masih akan ditambah satu prangko lagi dengan harga satuan
Rp 700, yang kini desainnya masih diselesaikan. Sehingga, pada 28 Oktober nanti, akan terbit dua seri prangko.
Selain prangko Reformasi, juga direncanakan terbit seri prangko
Sang Merah Putih. Desainnya, adalah pemancangan bendera Merah
Putih di puncak Gunung Jayawijaya, Irian Jaya, yang merupakan
gunung tertinggi di Indonesia. Serta pemancangan bendera Merah
Putih oleh para pendaki Indonesia di puncak Mount Everest, Himalaya,
Nepal. Banyak Peminat Dari pengamatan Pembaruan di beberapa loket filateli kantor pos
dan giro di Jakarta, prangko Presiden Habibie cukup banyak peminatnya.
Pertama, karena ada isyu bahwa sebagian prangko itu ditarik dari
peredaran. Walaupun kemudian isyu itu dibantah. Kedua, karena
prangko Presiden Habibie ini adalah prangko istimewa yang non-definitif.
Berarti tidak akan ada pencetakan ulang. Selain itu, adanya anggapan di sebagian masyarakat, belum tentu
Presiden Habibie akan tetap melanjutkan kepemimpinan sebagai kepala
negara setelah Pemilu dan pemilihan Presiden tahun depan. Bila
ada pergantian Presiden, tentunya Pemerintah melalui Direktorat
Jenderal Pos dan Telekomunikasi akan mencetak prangko presiden
baru dan tidak akan mengeluarkan seri baru prangko Presiden Habibie. Sementara bagi para filatelis senior, walaupun tentu saja prangko
Soeharto tidak dicetak dan diterbitkan lagi, namun dari sudut
"kelangkaan"nya, tidak banyak berpengaruh. Hal itu disebabkan,
sebagian besar prangko-prangko Soeharto ketika menjabat sebagai
Presiden, adalah prangko definitif, yang bisa dicetak dan diterbitkan
ulang bila persediaan telah habis. Jadi sebenarnya, jumlah prangko
Soeharto yang sudah beredar bisa dikatakan banyak sekali. Hal yang sama juga berlaku dengan prangko bergambar Soekarno.
Umumnya, prangko-prangko Soekarno yang dicetak semasa menjadi
Presiden adalah prangko definitif. Berarti prangko-prangko itu
bisa dicetak ulang bila masih diperlukan, dan sebelum ada keputusan
Pemerintah yang menghentikan pencetakan dan penjualannya. Secara
logika, berarti semua prangko definitif termasuk prangko Soekarno
dan prangko Soeharto, dicetak dalam jumlah besar. Sehingga cukup
sulit menjadi langka, dan berarti harganya tidak bisa dengan cepat
naik. Ada Pengecualian Tentu saja ada pengecualiannya. Misalnya, prangko-prangko Soekarno
yang diterbitkan semasa perjuangan revolusi kemerdekaan RI, tahun
1945 sampai 1950. Terutama yang benar-benar dipakai (used) untuk
keperluan pengiriman suratpos. Demikian pula kartupos bercetakan
prangko (postal stationery) bergambar Soekarno dari masa yang
sama. Harganya memang kini cukup tinggi, karena mulai langka ditemukan. Sedangkan prangko Soeharto yang kini harganya cukup mahal, terutama
dari penerbitan tahun 1974 dan 1976. Ini pun ada persyaratannya,
yaitu prangkonya belum terpakai (mint) dan kondisi perekat (gum)
di belakang prangko masih putih, belum berubah menjadi kecoklat-coklatan. Lalu bagaimana dengan prangko Presiden Habibie ? Diperkirakan,
bila dalam beberapa bulan ini prangko tersebut sudah habis terjual
di kantor-kantor pos, maka yang harganya akan segera meningkat
justru prangko dengan harga satuan Rp 300 dan Rp 700 yang masih
dalam kondisi belum terpakai (mint). Karena justru prangko Rp 300 dan Rp 700 itulah yang paling banyak
dipakai, sehingga sisa yang belum terpakai justru lebih sedikit
dibandingkan dengan prangko dengan harga satuan Rp 4.500 dan Rp
5.000. Walaupun ada juga filatelis yang berpendapat, prangko berharga
satuan Rp 5.000 nantinya akan meningkat berkali-kali lipat. Hal
ini disebabkan, saat ini pengiriman suratpos ke luar negeri memerlukan
prangko dengan harga satuan tinggi. Sehingga, prangko Presiden
Habibie Rp 5.000, kemungkinan justru yang paling banyak dipakai
dan cepat habis. (B-8)