First Created - December 20, 1998


Ekspor Prangko
[Gatra, Nomor 19/IV, March 27 1998]


TERNYATA bukan hanya bidang agrobisnis yang mendapatkan windfall dari krisis ekonomi sekarang ini. Melainkan juga para filatelis. Yang menarik, dua-duanya bernasib sama, meskipun sebelumnya hanya dilihat dengan sebelah mata oleh para pengusaha.

Agrobisnis, misalnya, selain dianggap tidak membutuhkan banyak ilmu canggih, hasilnya juga sering biasa-biasa saja. Padahal, upaya yang dibutuhkan tidak sedikit, dan waktu yang dibutuhkan pun lama. Maka, dulu, kalau ada eksekutif yang dipindahkan ke agrobisnis, banyak di antaranya yang merasa dirinya dibuang. Tapi kini, sejumlah eksekutif yang dipindahkan ke agrobisnis merasa seperti menang lotere besar.

Begitu pula dengan filateli. Saya yakin, banyak orang yang selama ini menganggapnya tak begitu penting. Selain karena kegiatan koleksi perangko bisa dilakukan oleh semua usia, mulai dari anak TK hingga kakek-kakek, juga lantaran jauh dari suasana gegap gempita. Kalaupun dilirik orang, paling-paling karena kemampuan filatelis mengoleksi perangko dengan negara asal yang begitu banyak. Atau, ketika mereka mampu menjual mahal koleksinya yang memang langka.

Tapi yang namanya ekspor perangko, saya yakin banyak yang belum tahu. Mulai dari siapa yang mengekspor sampai perangko macam apa yang bisa diekspor. Dan terus terang, beberapa bulan sebelumnya, saya juga belum tahu bahwa ekspor perangko merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Baru ketika bertemu dengan kawan saya dari Surabaya, Ryantori, yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Perangko Indonesia, saya tahu bahwa nilai ekspor perangko tidak bisa dipandang enteng.

Yang membuat nilai ekspor tersebut makin tinggi bukan hanya karena volumenya yang cukup besar, melainkan juga lantaran kemampuan filatelis untuk mengenali target market yang paling atraktif. Kenapa? Meski banyak di antara perangko ekspor itu yang relatif baru dan sebenarnya juga relatif mudah diperoleh, ternyata sekarang ini banyak filatelis atau pedagang perangko dari luar negeri yang berusaha mendapatkan perangko-perangko asal Indonesia. Apalagi setelah nama Indonesia lebih dikenal banyak orang di seluruh dunia.

Dan yang membuat bisnis ekspor perangko itu jadi menarik adalah upaya yang mesti dikeluarkan. Modalnya tidak besar. Dan yang pasti, kita bisa mendapatkan harga bahan baku dengan nilai tetap, sementara hasil yang diperoleh -dalam rupiah- terus meningkat. Sebab, dengan terus menurunnya nilai rupiah, makin banyak filatelis dan pedagang perangko dari luar negeri yang bernafsu mendapatkan perangko-perangko Indonesia, yang sejak dulu memang dikenal dengan keunikannya. Itu mereka lakukan, antara lain, karena mereka takut keduluan para spekulan perangko. Maklum, orang-orang inilah yang membuat harga sebuah perangko melonjak lebih cepat ketimbang waktunya.

Uniknya, menurut Ryantori, para spekulan itu ternyata tidak dimusuhi para filatelis. Justru sebaliknya, karena para spekulan itulah yang membuat pasar perangko makin bergairah, dengan perputaran yang lebih cepat dan nilai yang lebih besar.

Terus terang, saya agak kaget ketika diberitahu tentang adanya spekulan di bisnis yang sepertinya jauh dari gegap gempita ini. Tapi setelah dijelaskannya bahwa selama tahun 1990-an nilai perangko bisa naik 30 hingga 50 kali, maka kehadiran spekulan agaknya bisa dimaklumi.

Masuknya spekulan menyebabkan entry barrier bisnis perangko makin tinggi. Boleh dikatakan, selain untuk para spekulan, pasar hanya memberikan ruang bagi orang-orang yang punya koleksi, pengetahuan, dan jaringan untuk memburu perangko langka. Jadi, seperti di bisnis apa pun, tidak sembarang orang mampu bermain di ladang bisnis ini. Sebab, kalaupun koleksinya banyak, orang akan kerepotan dalam menentukan nilai sebuah perangko jika tidak punya pengetahuan tentang koleksinya,.

Sebagaimana bisnis lainnya, filateli juga membutuhkan strategic marketing. Sebab untuk bisa menembus pasar ekspor, filatelis atau pedagang perangko harus melakukan segmentasi, khususnya dalam mengenali market paling atraktif, yang nantinya bisa dijadikan target market.

Sudah pasti, targeting itu harus disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki, berupa pengetahuan tentang koleksi perangko dan jaringannya. Artinya, orang yang mau mengekspor perangko harus eat, sleep and dream dengan perangko. Lagi pula, positioning dan differentiation dalam bisnis ini juga ditentukan oleh pengetahuan tentang koleksi perangko dari si filatelis.

Hermawan Kartajaya



Back to Clippings Philately | HOME