First Created October 4, 1998


Agus Dermawan: Prangko Komik Menandai Perubahan Apresiasi
[Surabaya Post, February 6,1998]


Jakarta - Terbitnya prangko komik seri cerita rakyat oleh Divisi Filateli PT Pos Indonesia serta akan digelarnya Pekan Komik dan Animasi Nasional (PKAN) oleh Ditjen Kebudayaan, menandai perubahan apresiasi masyarakat dan pemerintah terhadap komik Indonesia.

Demikian ditegaskan pengamat seni rupa Agus Dermawan T., Kamis (5/2) sehubungan dengan peluncuran prangko seri cerita rakyat dan PKAN yang akan dibuka Mendikbud Wardiman Djojonegoro, Jumat (6/2) di Gedung Seni Rupa Depdikbud Gambir Jakarta.

Seperti diketahui, Divisi Pilateli PT Pos Indonesia, pada tahap pertama menampilkan empat seri cerita rakyat masing-masing bernilai Rp 300,00 yakni Malin Kundang, Sangkuriang, Roro Jonggrang, dan Tengger (Kisah Roro Anteng dan Joko Seger). Desainnya digarap Studio Qomik Nasional, Bandung.

Hal ini untuk mengangkat nilai kultural edukatif, yang ada di balik cerita rakyat dan legenda bersangkutan. Dalam arti mengenalkan, menghidupkan, mengabadikan kekayaan bangsa, dan menggugah kesadaran masyarakat terutama generasi muda untuk mempelajari dan menggalinya lebih dalam.

Pernah Jaya

Menurut Agus, kehidupan komik di Indonesia pernah mengalamai masa subur 1960-an. Adapun masa surutnya dimulai 1970-an, ketika TVRI mulai menayangkan kartun ke rumah-rumah. Bersamaan itu pemerintah menganggap komik lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. "Komik dianggap sebagai perusak moral," tandasnya.

Pada 1980, tambah Agus, di Yogyakarta pernah ada upaya menghidupkan kembali komik. Mira Sato menggelar pameran komik besar-besaran, dilengkapi diskusi, di mana ia termasuk salah satu pembicaranya. Namun upaya itu kandas.

Apakah dengan penerbitan prangko komik dan PKAN ini akan mendongkrak pamor komik Indonesia yang kini sudah telanjur tenggelam? Menurut Agus, mesti kita lihat dulu upaya lanjut dari masyarakat komik sendiri. Sebab salah satu tantangan berat, bisa nggak komik Indonesia melawan komik asing yang sudah kadung menjadi tuan rumah di negeri ini.

Dia mengingatkan, kalau di Indonesia komik dianggap sebagai seni marjinal, maka di luar negeri komik dianggap seni terdepan. Bahkan salah satu tokoh pop art Roy Lichentein menjadikan komik sebagai subjek mater.

Dalam perspektif seni rupa, sebelum Prangko Komik Seri Cerita Rakyat, lanjut Agus, Pos Indonesia sudah menerbitkan beberapa prangko seni lukis.

Pertama, 1950-an, prangko lukisan Raden Saleh berjudul Antara Hidup dan Mati. Disusul prangko Bung Karno berpeci menghadap ke kiri, yang merupakan lukisan Basuki Abdullah. Setelah itu, 1987 disusul prangko Potret Diri Affandi. Berapa nilai masing-masing prangko itu, dia tidak ingat. (yus)

Highly appreciated for your suggestions



Back to Clippings Philately | Return to Philatelic Homepage