| |
Filatelis Indonesia dan Permasalahannya:
Jangan Pernah Menyerah!
Oleh Berthold DH SINAULAN
20/11/2002 (21:00)
|
BANDUNG (LoveIndonesiaPhilately) -
Begitu diminta untuk membuat makalah filatelis Indonesia dan
Permasalahannya, maka yang segera terbersit adalah bagaimana cara
mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi para filatelis di Indonesia?
Tentu saja jawabannya tak mudah. Namun dengan sering mengikuti milis
(mailing list) filatelis Indonesia lewat internet yang dikelola oleh
moderator dengan e-mail: prangko@yahoogroups.com, sedikit banyak penulis
bisa mengumpulkan sejumlah permasalahan umum yang dihadapi filatelis
Indonesia.
Misalnya, masalah mengenai penerbitan prangko Indonesia. Hal ini
sebenarnya pernah penulis kemukakan beberapa kali, dan terbaru dalam rubrik
hobi di Suara Pembaruan Minggu, 27 Oktober 2002 halaman 27. Dalam rubrik
itu, penulis membuat bahasan bertajuk ìFilatelis Buat Keputusan, Sesuaikan
dengan Kemampuan.
Isi tulisan itu diawali dengan seringnya terdengar keluhan dari
filatelis, mengenai banyaknya penerbitan prangko Indonesia. Menurut para
filatelis, jumlah penerbitan yang ideal adalah sekitar 12 seri penerbitan
prangko dalam setahun. Itu berarti dalam sebulan, terbit satu kali seri
prangko baru.
Namun dalam kenyataannya, di Indonesia saat ini jumlah penerbitan prangko
dalam setahun masih berkisar 14-15 seri prangko. Sebenarnya itu pun sudah
merupakan pengurangan dari jumlah penerbitan tahun-tahun sebelumnya. Sejak
3-4 tahun terakhir ini, Tim Nasional Pembinaan Prangko dan Filateli memang
semakin ketat menyeleksi usulan penerbitan prangko baru. Hanya usulan yang
dianggap benar-benar layak saja, yang dipertimbangkan untuk diterbitkan
sebagai prangko oleh tim di bawah arahan Direktur Jenderal Pos dan
Telekomunikasi (Dirjen Postel) itu. Jadi bila lebih dari lima tahun lalu,
jumlah penerbitan prangko di Indonesia bisa mencapai 18 sampai 20 seri
prangko baru dalam setahun, maka kini dibatasi lebih ketat.
Jumlah itu pun masih dikeluhkan oleh filatelis yang menganggap kisaran
ideal adalah cukup 12 seri prangko dalam setahun. Alasannya, jumlah dana
yang dimiliki cukup banyak filatelis masih terbatas, apalagi filatelis
pemula. Mungkin hanya filatelis yang sekaligus investor dan pedagang prangko
saja yang memiliki uang berlebih. Hal ini berdampak pada kurang mampunya
filatelis untuk membeli setiap prangko baru terbitan Indonesia, bila dalam
setahun diterbitkan cukup banyak. Apalagi bila satu seri prangko terdiri
dari beberapa keping prangko yang harganya berbeda tiap kepingnya, mulai
dari harga yang murah sampai harga tertinggi yang cukup mahal.
Sebenarnya, haruskah seorang filatelis dari suatu negara membeli dan
mengoleksi lengkap seluruh prangko dan produk filateli dari negara
bersangkutan? Pertanyaan ini sering diajukan, dan sebenarnya jawabannya
pernah pula beberapa kali dikemukakan oleh sejumlah filatelis. Jawabannya,
beli dan koleksi prangko dan benda filateli lainnya sesuai kemampuan
masing-masing.
Ada saja yang berkilah, bahwa kalau filatelis negara bersangkutan tidak
membeli dan mengoleksi prangko serta semua benda filateli yang diterbitkan
negaranya, lalu siapa lagi yang akan membeli? Jawabannya ternyata sama
sederhananya, bahwa prangko pertama-tama dijual untuk keperluan pemrangkoan,
yaitu mengirim suratpos. Baru setelah itu dijual sebagai benda koleksi. Jadi
tetap saja ada yang membeli prangko, dan kolektor prangko atau filatelis
bukan hanya di dalam negeri tetapi tersebar di seluruh dunia. Mereka ini pun
ada saja yang membeli prangko dari negara lainnya. Tentu saja, sekali lagi,
disesuaikan dengan kemampuan dari filatelis bersangkutan.
Dalam bagian tulisan itu, penulis mengungkapkan hal menarik berkaitan
dengan masalah ini yang dimuat dalam buku Adventures in Topical Stamp
Collecting karangan George Griffehagen dan Jerome Husak, terbitan tahun
1997. Dalam buku itu adalah sub judul Decisions, Decisions. Di situ
dijelaskan bahwa filatelis harus mampu membuat keputusan disesuaikan dengan
kemampuan keuangan dan minatnya. Terserah mana yang mau dipilih, tapi segera
putuskan. Sekali lagi sesuaikan dengan kemampuan diri dan minat yang
dipilih.
Ini berarti filatelis harus mulai menyadari bahwa dia tak mungkin
mengoleksi semua prangko yang terbit. Jadi sebaiknya dipilih, apakah hanya
mengoleksi prangkonya saja, atau prangko dan Sampul Hari Pertama (SHP), atau
lainnya. Mengoleksi prangko juga tak perlu selalu harus yang belum dipakai
(mint), tetapi banyak juga filatelis yang mengoleksi prangko bekas pakai
(used).
Mengoleksi prangko juga bisa dipilih untuk disesuaikan dengan minat
masing-masing. Misalnya, memilih prangko-prangko yang desainnya sesuai
dengan tema yang disenangi. Setidaknya ada sejumlah tema besar yang diminati
filatelis seluruh dunia. Tema-tema itu adalah flora, fauna, kebudayaan,
objek wisata, transportasi, olahraga, pramuka, angkasa luar, karya seni, dan
tokoh terkemuka.
Dengan membuat keputusan dan memilih sesuai kemampuan dan minat, maka
filatelis bisa menikmati hobinya. Tidak perlu dibebani dengan keharusan
membeli semua prangko baru yang terbit. Bahkan untuk prangko-prangko bekas
pakai, umumnya bisa diperoleh dengan harga murah dan bahkan gratis.
Selain masalah tersebut, masih ada lagi sejumlah masalah lainnya yang
sempat penulis catat dari perbincangan dengan sejumlah filatelis, baik
melalui milis filatelis Indonesia, percakapan langsung di Kantor Filateli
Jakarta yang terletak di Jalan Pos no.2 Jakarta 10710, maupun lewat telepon.
Misalnya masalah yang berkaitan dengan kurangnya informasi untuk menambah
pengetahuan bagi para filatelis. Sampai saat ini media massa nasional yang
secara rutin memuat tulisan filateli hanyalah Harian Umum Suara Pembaruan,
khususnya dalam edisi Minggu. Sebenarnya sebuah suratkabar pagi nasional
yang cukup ternama pernah memulai memuat tulisan filateli pada tahun 2002
ini. Namun hanya beberapa kali terbit saja, sesudah itu sampai saat ini
belum terbit lagi tulisan filatelinya.
Beberapa klub filatelis juga pernah menerbitkan tulisan filateli, namun
kini tak terdengar lagi. Misalnya terbitan Perkumpulan Filatelis Indonesia
(PFI) Cabang Surabaya, klub Perkumpulan Philatelis Remaja Bandung (PPRB),
dan banyak lagi. Bahkan Pengurus Pusat PFI juga pernah menerbitkan buletin
yang kini belum terbit lagi. Demikian pula Asosiasi Pedagang Prangko
Indonesia (APPI) pernah menerbitkan majalah, namun kini penulis tak lihat
lagi keberadaannya.
Khusus untuk buku-buku panduan, Pengurus Pusat PFI sudah beberapa kali
menerbitkannya. Misalnya Mengenal Seluk Beluk Filateli yang disusun H.
Soerjono, Bc.AP dan Berthold DH Sinaulan (1994), lalu Mari Menata Prangko
oleh Berthold DH Sinaulan (1995), dan beberapa terbitan lainnya, termasuk
Kamus Istilah Filateli yang digarap bersama-sama dengan penyunting utama
Berthold DH Sinaulan dan Ismail Isdito, Bc.AP (2001).
Para filatelis sebaiknya juga jangan hanya mengandalkan pada terbitan
dalam negeri. Cobalah juga mencari dan membeli buku-buku panduan filateli
yang ditulis penulis mancanegara. Cobalah juga berselancar (surfing) di
internet, mencari informasi tambahan mengenai filateli. Beberapa situs web
yang baik untuk di-klik, antara lain: www.filateli.net, www.linns.com,
www.sossi.org, www.prangko.or.id, dan banyak lagi.
Di luar masalah informasi dan panduan mengenai filateli yang tentu saja
diperlukan para filatelis untuk menambah wawasan mereka, masalah lain yang
juga banyak disorot para filatelis di Tanah Air adalah minimnya pameran
filateli, bursa dan lelang prangko, seminar filateli, serta pertemuan
antarfilatelis lainnya.
Sebenarnya, Pengurus Pusat PFI telah secara rutin setahun sekali
menyelenggarakan Pameran Nasional Filateli (Panfila). Dalam Panfila itu pun,
biasanya diadakan pula bursa dan lelang filateli. Diharapkan Pengurus Daerah
dan Pengurus Cabang PFI juga ikut aktif menyelenggarakan pameran filateli di
wilayah masing-masing. Begitu pula dengan penyelenggaraan seminar atau
pertemuan antarfilatelis lainnya, diharapkan mereka yang merasa terkait
dengan filateli, baik itu Ditjen Postel sebagai lembaga penerbit prangko
Indonesia, PT Pos Indonesia sebagai lembaga pemasaran prangko dan
benda-benda filateli lainnya dari Indonesia, Perum Peruri sebagai lembaga
pencetak prangko Indonesia, PFI sebagai organisasinya para filatelis
Indonesia, APPI sebagai organisasi para pedagang prangko di Indonesia, dan
pihak-pihak lainnya, ikut aktif pula menyelenggarakan kegiatan itu.
Pertemuannya sendiri bisa sekadar pertemuan ramah-tamah antarfilatelis,
sampai seminar filateli dengan beragam topik menarik.
Masih banyak lagi masalah lain yang dihadapi para filatelis Indonesia,
tapi bak orang bijak mengatakan,înever ever give up atau dalam Bahasa
Indonesia ìjangan pernah menyerah, para filatelis harusnya menyadari bahwa
yang terpenting adalah kemauan bersama untuk terus bergiat dalam hobi
mengasyikkan ini. Jangan pernah menyerah, ayo terus berfilateli!
Ditulis di Jakarta, saat peringatan Hari Sumpah Pemuda - 28 Oktober 2002.
*): Penulis adalah wartawan Harian Umum Suara Pembaruan sejak 1984, penulis
filateli sejak 1989, dan anggota Tim Nasional Pembinaan Prangko dan Filateli
sejak 1994. Penulis juga anggota Perkumpulan Filatelis Indonesia sejak 1988,
yang pernah memperoleh medali di pameran filateli sedunia dalam tiga kelas
berbeda, yaitu: kelas postal history, tematik, dan literatur. Selain itu,
penulis juga anggota Gerakan Pramuka sejak 1968 dan anggota Scouts On Stamps
Society International (SOSSI) sejak 1997. Dalam organisasi kepramukaan, saat
ini penulis merupakan wakil Gerakan Pramuka dalam keanggotaan Komisi
Kehumasan Kepramukaan Asia-Pasifik sejak 1998, Pb.Andalan Nasional Gerakan
Pramuka sejak 1995, dan Andalan Daerah Kwarda DKI Jakarta sejak 1997.
HOME | Today's
News | Shopping | Add URL Copyright 1999-2002 © SuratkabarCom Online
|