suratkabar.com

Domain For Sale


suratkabar.com
News Indonesia SuratkabarCom

Breaking News.....

Perahu dari Guyana - Prangko Termahal di Dunia
23/08/2002 (21:00)


TOKYO (LoveIndonesiaPhilately) - Ia tidak punya pekerjaan tetap. Usianya hampir 64 tahun. Tetapi, Bapak yang satu ini dikenal enerjik sehingga sulit dijumpai di rumahnya. Ia malah gampang ditemui di sepanjang pasar loak di Kota Surabaya atau Malang. Ia dikenal sebagai seorang yang gemar mengumpulkan sampul surat dan prangko zaman pendudukan Belanda dan Jepang. Tas kulit tua yang setia mendampinginya itu penuh benda koleksi bernilai tinggi. Ia menekuni sampul surat dan prangko kuno itu sejak usia 20 tahun. Setiap bulan, ia mampu melakukan transaksi sekitar puluhan juta rupiah dengan pelanggan dari mancanegara. Sehingga tidaklah heran jika ia mampu membiayai pendidikan keempat anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi-salah satunya telah lulus sarjana dan kini menjadi dokter-padahal, ia sendiri hanya tamatan sekolah dasar. Bapak penggemar prangko ini meninggal pada tahun 1995.

Itulah sebuah kisah nyata yang mengungkapkan bahwa kegemaran filateli tidak hanya dikenal sebagai hobi semata, namun juga sebagai suatu usaha investasi atau katakanlah sejenis pekerjaan yang lebih bersifat informal dan rekreatif, tetapi mampu menghasilkan uang yang tak kalah dengan profesi lainnya. Kegiatan itu memerlukan ketekunan dan kesabaran. Tidak segampang membalik telapak tangan untuk memperoleh omzet penjualan prangko dengan harga tinggi. Tentu dimulai dengan jual beli prangko bekas, baik dalam jumlah kecil maupun kiloan (bulk), yang sering dilihat dengan sebelah mata karena dianggap sebagai jenis prangko murahan.

Jangan dianggap enteng, kenyataannya banyak seri prangko bekas memiliki nilai jual tinggi. Nilai tinggi tersebut ditentukan tidak hanya karena pernah digunakan atau tidak (mint atau used), namun pula tergantung oleh faktor-faktor lain, misalnya usia, sejarah penerbitan, salah cetak, dan jumlah prangko yang diterbitkan.

"Perahu dari Guyana" misalnya. Prangko bekas yang tampak kusam dengan teknik cetak yang amat sederhana itu kini masih menjadi sebuah mitos dari harga suatu benda filateli. Prangko itu dikenal sebagai "prangko termahal di dunia". Keberadaan di mana prangko itu disimpan dan entah siapa pemiliknya masih terus dirahasiakan.

Prangko langka itu diterbitkan oleh Jawatan Pos Guyana-Inggris pada tahun 1856. Prangko itu bergambar sebuah perahu sehingga dikenal sebagai prangko "Perahu dari Guyana". Ia memiliki sejarah penerbitan yang unik dan kelak menjadikannya populer di dunia filateli. Suatu ketika Jawatan pos setempat kehabisan stok prangko karena terjadi keterlambatan pengiriman prangko dari percetakan Waterlow and Sons, London. Hal tersebut sempat membuat kekacauan pengiriman benda pos di Kepulauan Guyana. Untuk itu, Kepala Kantor Pos setempat terpaksa mengeluarkan kebijaksanaan darurat untuk menanggulangi kelangkaan prangko, yaitu dengan cara menerbitkan prangko pengganti dalam tempo singkat.

Jawatan Pos Guyana-Inggris memesan satu seri prangko dengan harga nominal satu sen dan empat sen ke perusahaan cetak Joseph Baum and William Dallas, yang dikenal juga sebagai penerbit surat kabar lokal Royal Gazette. Pihak pos meminta rancangan gambar prangko kelak bergambar tentang sebuah perahu, tetapi sayangnya pihak penerbit tidak memiliki gambar dimaksud. Penerbit hanya memiliki sebuah rancang gambar perahu yang biasa digunakan untuk berita-berita tentang kapal di halaman koran itu.

Apa boleh buat, waktu dan kebutuhan makin mendesak sehingga pihak pos menyetujui untuk memilih gambar perahu itu sebagai gambar prangko sementara Guyana-Inggris. Prangko itu dicetak dalam jumlah sangat terbatas dan hanya terdiri dari 2 nominal harga (1 sen dan 4 sen). Dicetak di atas kertas surat kabar berwarna magenta dengan menggunakan mesin cetak tangan yang berukuran 18 x 12 inci. Prangko itu dilengkapi dengan motto yang bertuliskan Damus Petimus que Vicissim, artinya "kita memberi dan juga mencari".

Pada awal Februari 1856, prangko itu mulai beredar di pelosok Guyana-Inggris. Tetapi, masyarakat setempat waktu itu sangat kecewa akan penampilan buruk prangko tersebut yang memang jauh dari harapan dan berbeda dengan mutu cetak prangko sebelumnya. Mereka menganggap prangko itu palsu sehingga membuat pihak pos pusing tujuh keliling. Pihak pos segera memutuskan bahwa sebelum prangko dijual harus terlebih dahulu dibubuhi tanda tangan petugas pos setempat. Prangko 4 sen tidak laku di jual, hanya prangko 1 sen yang diminati masyarakat. Sisa prangko yang tidak terjual mereka gunakan sebagai kertas pembungkus. Tragis memang.

Selang sekian waktu, prangko darurat itu menghilang dan sulit untuk diperoleh kembali. Karena, prangko itu dicetak dalam jumlah sedikit dan beredar dalam tempo sementara, serta banyak prangko semacam telah dimusnahkan oleh masyarakat dan tidak dijadikan benda koleksi filateli seperti halnya prangko lain dari Kerajaan Inggris yang senantiasa berpenampilan indah dan dicetak dengan teknik mutu tinggi.

Waktu terus berjalan. Pada awal tahun 1873, dunia filateli dikejutkan oleh penemuan prangko 1 sen "Perahu dari Guyana" oleh seorang pelajar yang bernama L Vernon Vaughan. Ia menemukan prangko itu dari sekumpulan surat-surat tua milik keluarganya. Prangko 1 sen itu ia jual ke seorang pedagang prangko, NMc Kinnon, dengan harga 6 shilling yang cukup untuk membeli perlengkapan sekolah. Lima tahun kemudian pedagang itu menjual koleksi langka itu ke seorang pedagang prangko di kota Liverpool, Inggris.

Lama waktu berselang, pada tahun 1920, seorang pedagang prangko yang bernama Thomas Ridpath menjual prangko itu ke pedagang lainnya yang berasal dari Prancis, Renotiere von Ferarry. Kemudian, dari pedagang itu, seorang jutawan Amerika yang bernama Arthur Hind membeli prangko itu dengan harga 7.300 poundsterling. Pada sebuah acara lelang prangko di Amerika, pada tahun 1970 prangko itu laku terjual dengan harga 45.000 dollar AS, sedangkan pada lelang prangko tahun 1970 prangko itu bernilai 280.000 dollar AS. Berikutnya, pada lelang di New York tahun 1980 prangko telah dipatok harga sebesar 850.000 dollar AS. Catatan harga terakhir pada lelang tahun 1997, prangko "Perahu dari Guyana"itu dibeli oleh seorang jutawan tak dikenal dengan harga 2 juta dollar Amerika. Luar biasa! Sebuah harga spektakuler yang pernah dicapai dari sebuah keping prangko yang dicetak di atas kertas koran dan yang dahulunya dibenci karena buruk muka.

Selain prangko darurat Guyana-Inggris itu, ada beberapa prangko yang memiliki nilai jual tinggi meski masih di bawah harga prangko terdahulu. Yang legendaris adalah Black Penny yang pada tahun 1990 dalam lelang laku terjual 950.000 dollar AS. Kemudian, prangko Missionaris Hawaii yang dicetak pada tahun 1851 dan digunakan bagi bea pos di Kepulauan Hawaii. Prangko itu pada tahun 1999 pernah dipatok dengan harga 700.000 dollar AS.

Eko Prasetyo Filatelis tinggal di Manado.

(Kompas, 23 Agustus 2002)


[an error occurred while processing this directive]

HOME | Today's News | Shopping | Add URL

Copyright 1999-2002 © SuratkabarCom Online