suratkabar.com 
 
 
Domain For Sale

suratkabar.com 
Love Indonesia Philately
A Gift For You.....

Melestarikan Lingkungan lewat Prangko  
29/09/2002 (20:00)


JAKARTA (LoveIndonesiaPhilately) - Banyak cara untuk ikut peduli lingkungan. Mulai dari tidak buang sampah sembarangan, aktif di organisasi pecinta lingkungan, tidak membeli atau memelihara satwa dilindungi, sampai menghemat dalam memakai sumber daya alam seperti listrik, air, kertas, dan lain-lain.

FOTO-FOTO/ SISWANTO
HAMPIR PUNAH - Dua lembar kenangan prangko dengan logo World Wide Fund for Nature (WWF), dengan gambar sejumlah satwa yang hampir punah. Lewat prangko ini, masyarakat diajak ikut membantu pelestarian satwa-satwa tersebut.


Di antara sekian banyak cara itu, salah satunya adalah lewat koleksi 
prangko.World Wide Fund for Nature (WWF) adalah salah satu organisasi 
lingkungan internasional yang aktif bekerja sama dengan administrasi 
posberbagai negara untuk menerbitkan prangko dengan tema kepedulian 
terhadap lingkungan hidup. Prangko pertama dari organisasi yang 
berdiri sejak tahun 1961 ini terbit pada tahun 1969. Sampai tahun 
2002, sudah sekitar 355 seri prangko dari seluruh dunia dengan logo 
WWF yang diterbitkan untuk memasyarakatkan kepedulian terhadap 
lingkungan. 

Dalam penerbitannya- selain bekerja sama langsung dengan administrasi 
pos berbagai negara - WWF Internasional yang berpusat di Gland, Swiss 
ini mengadakan kerja sama pula dengan Groth AG, salah satu lembaga 
yang aktif dalam memenuhi kebutuhan para kolektor prangko dan 
koin.Jika sudah di produksi dan diperjualbelikan, Groth AG ini akan 
memberikan loyaltinya ke WWF dalam bentuk prangko juga. Nantinya WWF 
sendiri yang akan menjualnya. Groth AG tersebut juga berpusat di 
Swiss. Kalau mau koleksi lengkapnya bias di lihat di www.groth.ch, di 
sana informasi yang diberikan sangat lengkap.

Menurut Pudjo Harsono, salah satu kolektor prangko WWF yang 
berdomisili di Bandung, Jawa Barat, prangko WWF punya ciri khusus 
yang unik. Selain dari logonya bagus, ciri-ciri lain juga ikut 
mendukung. "Prangko WWF itu selalu dilukis bukan dari foto, dan yang 
lebih menarik lagi selalu menampilkan flora dan fauna. Tapi 
kebanyakan sih memang gambar fauna," ujar bapak yang aktif mengoleksi 
prangko WWF sejak tahun 1997. Ditambahkan lagi olehnya," Hanya satu 
yang jenis flora yang pernah adadan terbit tahun 1986, gambarnya 
sejenis anggrek dari negara Suriname."

Pudjo mengatakan, ada kebanggaan tersendiridalam mengkoleksi prangko 
WWF ini. Selain berperan serta dalam melestarikan lingkungan, 
gambarnya selalu menampilkan satwa yang hampir punah. "Jadi nggak 
sembarangan satwa yang bisa tampil di prangko," ujar Pudjo, yang 
koleksi prangkonya sudah tak terhitung lagi. Lain lagi dengan Ahmad, 
kolektor prangko WWF lainnya. Dia mengoleksi prangko-prangko itu, 
karena gambar satwanya bagus-bagus sehingga anaknya pun jadi suka 
melihatnya.


Pelestarian Satwa

Prangko-prangko dengan logo WWF memang selalu memuat gambar fauna 
atau flora yang hampir punah. Lewat prangko itu, masyarakat diajak 
untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap pentingnya pelestarian 
satwa atau flora yang dilindungi. 

Indonesia sendiri sudah beberapa kali menerbitkan prangko WWF. 
Pertama, seri Fauna 1989 yang bergambar orangutan. Orangutan di 
Indonesia ini memang hampir punah, apalagi adanya kebakaran hutan, 
penebangan liar (illegal logging) dan perdaganganorangutan secara 
besar-besaran. Padahal orangutan itu adalah salah satu kekayaan 
bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Bayangkan kerugian yang 
dialami jika sampai punah.

Seri prangko ini sekarang termasuk mahal harganya, karena banyak 
disenangi para kolektor. Bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga 
kolektor mancanegara. Sebagai perbandingan, untuk satu set yang 
terdiri dari dua lembar kenangan (souvenir sheet) seri Fauna 1989 
ini, walaupun harga yang tertera di lembar kenangan itu 
keseluruhannya hanya berjumlah Rp 815, namun kini sudah mencapai 
angka sekitar Rp 650.000. Suatu kenaikan harga yang fantastis dalam 
kurun waktu kurang dari 15 tahun.

Selanjutnya, 2 Oktober 1996, di Indonesia terbit prangko WWF 
bergambar badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak sumatra 
(Dicerorhinus sumatrensis). Prangko ini merupakan hasil lukisan artis 
Donald Bason. Jumlah terbitan prangko hanya 750.000 lembar, ditambah 
4.000 lembar berbentuk miniature sheet.

Berikutnya, 13 Agustus 2000, terbit lagi prangko WWF di Indonesia 
dengan gambar komodo (Varanus komodoensis) yang dilukis oleh Andrew 
Robinson. Salah satu satwa eksotik yang dimiliki oleh bangsa 
Indonesia dan merupakan endemik itu dapat dijumpai di Taman Nasional 
Komodo. Satwa ini juga terancam punah karena adanya kelebihan 
populasi dan berkurangnya rusa yang menjadi makanannya. Rusa tersebut 
berkurang karena adanya perburuan liar yang dilakukan oleh manusia. 
Prangko ini juga terbit terbatas sebanyak satu juta keping. 

Menurut Pudjo Harsono, prangko dengan gambar komodo itu kurang begitu 
laku karena dari segi warna background yang menggunakan warna kuning 
muda terlihat agak memucat. Berbeda dengan dua seri prangko dengan 
tema WWF yang pernah diterbitkan Indonesia sebelumnya, yang banyak 
disukai para kolektor.


Salah Penulisan

Sebagai telah disebutkan, prangko WWF pertama kali terbit tahun 1969, 
tepanya tanggal 11 Oktober. Kemudian disusul lagi 11 November 1976, 
berupa prangko seri Suaka Margasatwa Abuka terbitan Gambia. Sedangkan 
prangko yang terbaru terbit tahun 2002 adalah dari Portugal. 
Gambarnya sejenis burung merpati hutan (Streptophelia turtur).

Jika diperhatikan secara seksama, ada beberapa prangko terbitan WWF 
yang penulisannya tidak mengikuti kaidah internasional dalam segi 
penulisan nama ilmiah. Menurut tata nama penulisan nomenklatur 
binomial internasional, aturannya adalah awal huruf pertama harus 
besar dan diikuti oleh huruf kecil kemudian awal kalimat kedua juga 
harus diawali dengan huruf kecil dan diikuti dengan huruf kecil juga. 
Semuanya harus dicetak dengan miring atau italic.

Contohnya prangko WWF yang terbit dari Kepulauan Cook, satwa yang 
tampil adalah blue lorikeet. Di prangkonya ditulis dengan nama latin 
Vini Peruviana. Huruf awal benar (besar) tetapi huruf pertama kalimat 
kedua (P) ditulis menggunakan huruf besar dan dicetak tidak miring. 
Lain halnya dengan prangko terbitan Ghana dengan gambar satwa monyet 
diana, yang nama latinnya Cescopithecus diana, namun tulisannya tidak 
dicetak tidak miring. Atau ada lagi prangko dari Ukraina yang terbit 
tahun 1998 dengan jenis satwa BRANTA RUFICOLLIS, yang ditulis dengan 
menggunakan huruf besar semua meskipun dicetak miring. 

Namun di luar itu semua, mengoleksi prangko WWF memang salah satu 
hobi yang bisa menghilangkan kepenatan. Kita bisa melihat gambar 
satwa-satwa khas Indonesia dan juga dari negara lain tanpa harus 
memeliharanya. Di samping itu, lewat koleksi prangko sekaligus 
membantu menyelamatkan lingkungan. 

(Diah/B-8)

---------------------------------------------------------------------
SUARA PEMBARUAN DAILY
Last modified: 27/9/2002 ---


HOME | Today's News | Shopping 

Copyright 1999-2002 © SuratkabarCom Online