| |
Belajar kebijakan penerbitan Prangko Jepang
15/05/2002 (08:47)
|
To:
PRANGKO@yahoogroups.com
Subject:
[PRANGKO] Belajar kebijakan penerbitan Prangko Jepang
Date:
Wed, 15 May 2002 08:47:08 -0000
Hari ini terbit prangko baru di Jepang, 30 tahun pengembalian Okinawa
ke Jepang dari Amerika Serikat. Lihat gambar:
http://indonesianewsonline.com/prangko/oki.gif
Belajar kebijaksanaan penerbitan prangko Jepang ternyata mereka
membedakan antara penerbitan prangko swasta (misalnya berkaitan
dengan Yayasan sesuatu (misal Yayasan Fulbright terbit 8 Mei lalu) ,
Perusahaan tertentu dan sebagainya, dengan penerbitan (bersifat)
nasional, misalnya prangko yang terbit hari ini mengenai Okinawa,
prangko pramuka (terbit 15 Juli mendatang), prangko ikan paus,
olahraga dan sebagainya .
Prangko swasta merupakan kelipatan 50 tahun, misal Yayasan Fulbright,
terbit 22 Januari tahun lalu.
Prangko nasional ternyata bisa terbit untuk peringatan tahun ke
sekian, tak terbatas. Misalnya prangko Okinawa hari ini, prangko
pramuka (Jambore Asia pasifik ke-23 nanti), dan sebagainya.
Masuk akal memang.
Tapi kalau kita bandingkan dengan HUT ke-65 LKBN Antara, jelas tak
masuk akal. Lembaga swasta, walau semi governmental, diterbitkan
prangko bukan kelipatan 25 tahun sesuai aturan yang ada.
Kalau SK Dirjen mau dikoreksi, lakukanlah seperti Jepang, yang
nasional, not belongs to private company or independent organization,
maka bisa kapan saja terbit (peringatan kesekian tahun silakan).
Tetapi yang berkaitan dengan swasta, harus kelipatan 50 tahun.
Hal ini juga untuk menghindarkan swasta memanfaatkan prangko sebagai
tempat promosi (lihat pasal 19). Bayangkan berapa ribu perusahaan
swasta dan betapa kaya swasta. Dengan persyaratan pasal 19 SK Dirjen,
bukan tidak mungkin mereka memanfaatkan prangko sebagai tempat
promosi. Pos memang bisa dengan mudah dapat uang gampang, tapi para
filatelis akan tereksploitasi koceknya, nama Inodnesia di masyarakat
filateli internasional juga kurang baik.
Soal approval atau pengesahan dari pemerintah mengenai keinginan
swasta itu kan bukan hal yang mudah? Siapa bilang? Lihat saja BUMN
memanfaatkan prangko sebagai alat promosi sangat efektif, mulai
Pertamina, Garuda dan sebagainya.
Apakah kita masih ingat kepanjangan KUHP - kasih uang habis perkara?
Apakah Indonesia masih seperti itu jiwa para pejabat kita?
Jadi sebagai ancang-ancang SK Dirjen baru, sebaiknya ambil yang
pahitnya saja deh.
Mari kita bersama-sama berjuang habis-habisan memperjuangkan jalan
lurus kalau nantinya ternyata SK Dirjen hanya merugikan para
filatelis saja.
Sebenarnya bukan filatelis Indonesia saja yang akan rugi, tetapi nama
Indonesia akan jatuh di pasar internasional, mereka tahu Indonesia
menjadi surga pengeksploitasian benda filateli dan sejarah berulang
kembali seperti tahun 1960-an dengan harga prangko jatuh rusak tak
tanggung-tanggung akibat eksploitasi penerbitan prangko sewenang-
wenang oleh Pos saat itu.
Richard Susilo
|