suratkabar.com 
 
 
Domain For Sale

suratkabar.com 
Love Indonesia Philately
A Gift For You.....

PT Pos Indonesia - Hak "Haram" Monopoli atau "Hantu" Globalisasi  
02/07/2002 (00:00)


Periksa Barang Kiriman - Sebelum dikirim keluar gudang Ericsson, petugas memeriksa barang yang akan dikirim. - Kompas/Dudi Sudibyo

MONOPOLI, Yes. Globalisasi siapa takut? Keduanya saling mempengaruhi dan menjadi kutub ekstrem yang bertolak belakang antara satu dengan lainnya. Cerita klasik monopoli bisnis PT Pos Indonesia selama bertahun-tahun memang memunculkan gundah di tengah ancaman globalisasi. Sampai kapan PT Pos Indonesia (Posindo) bertahan?

PERTANYAAN itulah yang selalu mengemuka ketika masalah jasa pengiriman di Tanah Air dibahas. Pilihan globalisasi ataupun monopoli bukanlah buah simalakama bagi BUMN itu, apabila buahnya dimakan juga tidak akan "mematikan" bisnis PT Pos Indonesia sekarang ini. "Counter" Tiki - Suasana di counter jasa pengiriman ekspres Tiki di kawasan Cikini, Jalan Raden Saleh, disibukkan oleh pelanggan yang ingin mengirim paket dan dokumen. Perusahaan ini semula menempati bangunan kecil di belakang apotik di jalan yang sama, sekarang berkantor di gedung lima tingkat yang mencerminkan keberhasilan perusahaan ini. - Kompas/Dudi Sudibyo

Monopoli memang masih dipertahankan pemerintah bagi PT Pos Indonesia untuk pengiriman warkatpos, kartupos dan surat sampai tingkat berat 500 gram. Di luar itu, pihak swasta diberi keleluasaan melakukan bisnis yang sama untuk jasa pengiriman dan titipan barang.

Padahal, dunia usaha seperti eksportir, bank, pelayanan, industri, dan pertambangan, sangat membutuhkan jasa kurir. Sedangkan PT Pos Indonesia sendiri dinilai belum maksimal menangani seluruh kebutuhan yang ada.

Di sisi lain sampai saat ini keluhan mengenai surat tak sampai masih saja terjadi. Diakui PT Posindo baru mampu mengantarkan surat sampai ke kelurahan dan desa sekitar 68 persen, sedangkan untuk pengantaran surat tujuan ke kecamatan sampai tahun Juni 2001 telah mencapai 100 persen.

Dari kacamata pengusaha, monopoli bisnis PT Pos Indonesia telah dianggap keterlaluan. Mereka menilai pemerintah telah bersikap tidak adil dalam bisnis jasa pengiriman surat di Tanah Air. "Mereka yang sudah besar kok diproteksi mati-matian, sedangkan kami yang sudah sekarat seolah disuruh mati," kata Agoes Rahardja, Ketua Asperindo Jawa Barat.

Menurut dia, dampak dari monopoli itu akan mematikan ratusan perusahaan jasa pengiriman ekspres swasta terutama kurir dalam kota yang merupakan pengusaha kecil.

Tetapi Agoes tak merinci berapa banyak pengusaha jasa pengiriman yang gulung tikar akibat monopoli tersebut. Menurut Agoes, di wilayahnya terdapat sekitar 100 lebih perusahaan bergerak di jasa pengiriman, sedangkan menjadi anggota Asperindo hanya 69 perusahaan.

Akan tetapi, ketentuan tentang pelarangan swasta melayani pengiriman surat, dokumen dan sebagainya di bawah berat 500 gram seperti diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1986 juga diikuti sanksi kepada pihak yang melanggar.

Bila perusahaan kurir melayani kiriman surat atau dokumen di bawah 500 gram akan dihukum kurungan dua tahun dan atau denda Rp 400 juta. Sanksi itu dianggap cukup berat karena pelanggaran dilakukan tidak sebanding dengan kasus menghilangkan nyawa, perkosaan, pengedaran narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) ataupun korupsi besar, yang pada kenyataannya tidak pernah dikenakan sanksi hukuman yang berat.

***

MONOPOLI memang terasa menjadi hak haram apabila kegiatan usaha menciptakan kondisi suatu pasar di mana satu pemasok tunggal mengendalikan penawaran sehingga ia bisa menentukan jumlah dan harga untuk memperoleh laba maksimal. Tentu sikap monopoli mengabaikan kekuatan permintaan dan penawaran yang berlaku dalam persaingan pasar.

Dalam kondisi ini masyarakat diperlakukan sebagai pesakitan, yang tidak berdaya atas kebijakan ditempuh pemegang hak monopoli. Misalnya ketika PT Posindo menerapkan tarif baru kenaikan jasa pengiriman surat sampai 40 persen yang diberlakukan sejak 1 Juli 2002, masyarakat mungkin hanya bisa nyinyir.

Sesungguhnya larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat telah dilegalkan pemerintah melalui UU Nomor 5 Tahun 1999. Artinya sejak saat tanggal tersebut setiap tindakan oleh pelaku usaha yang tidak mematuhi norma-norma yang terkandung dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (LPMPUTS) dapat menimbulkan risiko tuntutan hukum, baik dari penegak hukum maupun dari warga konsumen yang dirugikan.

Pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, yang kemudian dapat merugikan kepentingan umum.

Sedangkan persaingan tidak sehat didefinisikan oleh UU sebagai "persaingan usaha antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan.

Pakar hukum Abdul Hakim Garuda Nusantara menilai, dari aspek sosiologis UU itu menuntut kesadaran di kalangan para pelaku usaha, pemerintah, khususnya aparat penegak hukum dan masyarakat luas, bahwa implementasi UU itu untuk melayani kepentingan umum, yaitu menciptakan persaingan pasar (market competition) yang esensinya adalah pencapaian kesejahteraan rakyat.

Kondisi sosiologis berarti pula adanya usaha sungguh-sungguh untuk membangun budaya persaingan atau berlomba untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Budaya bersaing secara jujur dan tidak melawan hukum akan mengakhiri budaya KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) yang telah terbukti mengakibatkan timbulnya krisis ekonomi di Indonesia.

***

NAMUN, kondisi persaingan usaha nampaknya masih jauh jika melihat kiprah bisnis PT Posindo sekarang ini. Tuntutan pencabutan monopoli diabaikan begitu saja. Malah iklim monopoli dilakukan PT Posindo dianggap sebagai bentuk "penugasan" dari pemerintah kepada PT Posindo untuk menjangkau pelayanan surat yang lebih luas.

Kepala Humas PT Pos Indonesia Mursalim mengatakan, monopoli bukanlah kebijakan bisnis perusahaannya, namun lebih dikarenakan sikap pemerintah yang masih mengharapkan peran PT Posindo sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat menyangkut jasa pengiriman surat.

Menurut dia, pemerintah melihat keberadaan PT Posindo cukup strategis sebagai agen pembangunan dan perusahaan nirlaba. Berperan ganda, PT Posindo memang dimanjakan dengan monopoli jasa pengiriman kartupos, warkatpos, dan surat sampai setingkat 500 gram.

Diakui pemerintah berada di belakang BUMN itu yang dalam masa Orde Baru turut berperan dalam pembangunan kantor pos di seantero wilayah sehingga menjadikan PT Posindo memiliki keunggulan komparatif yang tak mungkin diraih oleh perusahaan swasta sejenis.

Untuk wilayah Nusantara saja terdapat 4.104 kantor pos dengan titik layanan hampir 30.000 tempat. Titik layanan itu masih ditambah lagi dengan terminal pos keliling kota 1.386 tempat, dan terminal keliling desa yang mencapai 10.363 buah.

PT Posindo masih mempunyai armada sepeda motor 7.877 unit, mobil 1.738 unit, bus 227 unit, becak sembilan buah, dan perahu 10 buah. Perahu banyak digunakan di wilayah terpencil seperti di Kalimantan dan Irian Jaya. "Jadi untuk sementara bisa dikatakan PT Posindo telah mencakup semua wilayah di Tanah Air.

Dengan posisi demikian, kata Mursalim, sulit dikatakan bahwa peran Posindo akan kalah bertarung dengan perusahaan jasa pengiriman yang lain. Kalau perusahaan swasta mengejar keuntungan dan hanya melayani titik-titik yang menguntungkan, sedangkan PT Posindo nyaris mencakup seluruh wilayah Nusantara. Dari yang menguntungkan sampai merugikan, dari yang kering sampai yang basah, dalam arti sebenarnya.

Peran PT Posindo memang cukup signifikan di berbagai wilayah Indonesia, terutama ukuran daerah terpencil. Sebut saja wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan, yang sebuah kantor pos hanya meraup pendapatan tak lebih Rp 100.000 per bulan, sedangkan pengeluaran operasional plus gaji pegawai mencapai Rp 4 juta.

"Kalau mau hanya enaknya, melayani wilayah gemuk perkotaan kami juga bisa, tetapi adakah perusahaan swasta masuk di daerah kecil yang terpencil itu. Mungkin peran inilah yang disebut monopoli," kata Mursalim.

Menilik PT Posindo lebih jauh memang tidak hanya berkait pada surat dan Internet. Apalagi kontribusi laba yang dicapai sejak tahun 1978 sampai tahun 2001 justru banyak dihasilkan dari pengiriman paket.

Dari tahun ke tahun pendapatan PT Posindo melalui jasa paket naik signifikan diikuti oleh beban biaya yang semakin membesar. Sebut saja, tahun 1999, PT Posindo berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 1,19 trilyun dengan laba sekitar Rp 76 milyar, kemudian tahun 2000 pendapatan naik Rp 1,23 trilyun namun dengan laba Rp 54 milyar.

Fluktuasi laba yang naik-turun banyak dipengaruhi oleh kebutuhan dan kenaikan biaya ekonomi di sektor lain. Misalnya belakangan ada kenaikan harga BBM, tarif listrik, dan telepon, sementara tarif PT Posindo masih tetap. Terakhir PT Posindo secara drastis melakukan perbaikan kesejahteraan karyawannya berjumlah 25.100 orang dengan menaikkan gaji sampai rata-rata Rp 300.000 setiap karyawan.

Turut mempengaruhi pendapatan PT Posindo adalah adanya kewajiban menyetor laba sekitar 35 persen-50 persen kepada pemerintah sebagai pemegang saham. Kalau saja sistem setor keuntungan ini dihapus atau ditunda, Posindo mungkin akan lebih kuat menghadapi persaingan, menghadapi pemain global sekalipun.

***

MENGENAI hal ini, Kariyanto dari perusahaan jasa titipan 4848 Bandung mengatakan semestinya antara PT Posindo dan swasta bisa berbagi kerja dan pendapatannya. Artinya untuk wilayah tertentu yang tidak bisa dijangkau swasta dilakukan oleh PT Posindo.

Dalam hal ini peran swasta bersifat menjadi pengumpul barang, layaknya kerja sama operasional kargo ekspres PT Posindo dengan Garuda Indonesia Airlines waktu lalu. Dalam kerja sama itu, PT Posindo berperan sebagai pengumpul, sedangkan pihak Garuda bertugas mengantar barang ke negara tujuan.

Sementara Agoes Rahardja menilai, peran monopoli dikembangkan PT Pos Indonesia bakal menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri, sebab ke depan persoalan jasa pengiriman ini akan terbuka dengan masuknya perusahaan asing seiring dengan arus globalisasi. Ingat tahun 2003, Indonesia sudah menghadapi era perdagangan bebas terbatas AFTA kemudian diikuti globalisasi tahun 2010.

Untuk jasa pengiriman surat dan barang, sejumlah pemain asing memang telah mempersiapkan dirinya sejak awal. Perusahaan Birotika/DHL, jasa pengiriman asal Amerika Serikat misalnya sudah menginvestasikan 12,5 juta dollar AS dalam jangka tiga tahun untuk merebut peluang pasar di Indonesia.

Ekspansi perusahaan jasa pengiriman terkemuka internasional itu, tergolong agresif dibanding perusahaan perusahaan sejenis lainnya. Investasi dalam masa krisis moneter itu mencerminkan kepercayaan perusahaannya akan prospek pasar Indonesia.

Karena itu, investasi mereka bukan hanya di Jakarta, tetapi juga kota-kota besar lainnya. Dengan program agresif tersebut, DHL berhasil merebut 52 persen pangsa pasar aerial express Indonesia, nyaris sama dengan pangsa pasar 53 persen di Afrika. Perusahaan ini melayani 55 negara.

Melihat kondisi ini apakah PT Posindo masih senang berasyik masyuk menikmati monopoli. Jika monopoli yang selama ini dinikmati melalui UU Nomor 6/1984 dihapus hingga yang terjadi persaingan bebas dengan banyak pemain di jasa itu, apakah PT Posindo akan tiarap? Mumpung masih ada waktu silahkan memilih, hak "haram" monopoli atau hantu globalisasi. (Jean Rizal Layuck/Kompas)


HOME | Today's News | Shopping 

Copyright 1999-2002 © SuratkabarCom Online