
| |
Ada yang Kumpulkan Prangko dan Meterai Salah Cetak
02/06/2002 (00:00)
TIDAK TERCETAK - Empat meterai di bagian kiri tidak tercetak
sempurna, dan bahkan ada yang sama sekali tak tercetak, hologram yang
seharusnya menjadi pengaman meterai itu.
JAKARTA (LoveIndonesiaPhilately) -
Belum lama ini "Pembaruan" menerima informasi dari seorang filatelis
di Jakarta, ditemukannya empat meterai dengan harga nominal Rp 3.000,
yang hologramnya tidak tercetak sempurna. Bahkan ada yang sama sekali
tak ada hologramnya. Meterai itu ditemukan dalam lembaran besar
meterai yang dibeli temannya dari sebuah kantor pos di Jakarta, untuk
keperluan perusahaannya.
Sebelumnya, juga pernah diterima informasi serupa. Baik untuk meterai
dengan nominal harga Rp 1.000 dan Rp 2.000 yang sekarang sudah tak
dijual lagi, maupun dengan harga nominal Rp 3.000 dan Rp 6.000 yang
berlaku sekarang. Ada meterai yang tidak tercetak harga nominalnya,
dan ada juga yang tanpa hologram, atau hologram tercetak kurang
sempurna, sehingga tidak bulat penuh.
Walaupun di kalangan filatelis belum begitu banyak yang mengoleksi
meterai, namun sebenarnya sudah ada kelompok yang mengkhususkan diri
mengumpulkan meterai dan sejenisnya.
Bahkan dalam pameran filateli yang sifatnya kompetisi, sudah ada
kelas revenue, yang mempertandingkan koleksi meterai, baik yang dalam
kondisi mint (belum terpakai) maupun used (bekas pakai).
Bagi para filatelis, mempunyai koleksi benda filateli yang salah
cetak atau tercetak tidak sempurna, memang merupakan kebanggaan.
Harga benda-benda semacam itu juga cenderung berkali-kali lipat di
atas harga benda serupa dalam kondisi cetakan normal.
Hal ini sebenarnya dapat dimaklumi, karena benda-benda seperti
prangko dan meterai, dicetak dengan pengamanan berlapis. Bila ada
yang salah cetak, segera dihancurkan.
Sebelum keluar dari percetakan dan ketika akan dijual di kantor pos
pun, dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak dijualnya
benda-benda salah cetak atau yang cetakannya kurang sempurna.
Di Amerika Serikat sendiri ada kelompok kolektor yang khusus
mengoleksi prangko dan meterai salah cetak. Kelompok bernama Error,
Freaks, and Oddities ini, sangat teliti memperhatikan setiap prangko
dan meterai yang dijual di kantor pos.
Bukan hanya kesalahan besar seperti salah cetak atau tercetak kurang
sempurna, tetapi mereka juga mengoleksi benda filateli yang warnanya
berbeda dengan warna aslinya.
Hal ini bisa diakibatkan tinta cetaknya sudah sedikit, atau kurang
sempurnanya pencampuran warna ketika pencetakan dilakukan.
Prangko yang cetakan gambarnya tergeser dari seharusnya, juga menjadi
bagian dari koleksi mereka. Demikian pula prangko yang seharusnya ada
perforasi (gigi-gigi prangko), ternyata dijual tanpa perforasi,
karena saat pencetakan lupa diberi perforasi.
Dokumentasi Pemerintah
Prangko atau meterai salah cetak semacam ini, tentu saja berbeda
dengan hasil cetak coba (proof) prangko.
Hasil cetak coba, baik untuk mencoba mencetak desain maupun warnanya,
umumnya memang tanpa perforasi.
Tentu saja ini tidak dijual kepada umum, dan hanya sebagai
dokumentasi instansi pemerintah yang berwewenang.
Walaupun memang di beberapa negara ada kebijakan, bahwa proof boleh
dijual kepada umum setelah lewat 10 tahun prangkonya diterbitkan.
Sedangkan di Indonesia, proof hanya dikhususkan untuk disimpan di
Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, PT Pos Indonesia, dan
Perum Peruri.
Uniknya, beberapa waktu lalu, seorang filatelis Jakarta
memperlihatkan proof prangko seri Ucapan Selamat yang bergambar
bunga. Prangko itu sendiri dicetak di sebuah perusahaan percetakan
sekuritas di Bandung.
Namun selembar penuh proof yang warnanya belum sempurna, maupun
selembar besar prangko tanpa perforasi, dapat dengan mudah berada di
tangan filatelis.
Pihak percetakan sendiri sudah berjanji akan mengadakan penyelidikan,
bagaimana proof itu bisa keluar dan berada di tangan filatelis.
Sebelumnya juga sempat ada kabar bahwa proof prangko seri 100 Tahun
Bung Karno, telah beredar di kalangan filatelis.
Namun hal itu dibantah oleh Manajer Bisnis Filatelis PT Pos
Indonesia, Andang Gunawan. Menurutnya, sampai bisa diperlihatkannya
ada bukti yang bukan sekadar omongan atau isu saja, maka tidak benar
ada proof prangko Bung Karno yang dijual.
Pada sekitar paro terakhir tahun 1990-an, beberapa filatelis juga
pernah memperlihatkan selembar besar yang terdiri dari beberapa
lembar kenangan (souvenir sheet) yang belum dipotong.
Ini pun menjadi pertanyaan, karena seharusnya lembar kenangan yang
dijual sudah dalam keadaan satuan, dan bukan dalam lembaran besar
yang terdiri dari beberapa lembar kenangan sekaligus.
Dalam mengatasi hal ini, agaknya diperlukan kerja sama semua pihak.
Pihak percetakan dan PT Pos Indonesia perlu lebih memperkuat
pengamanan. Namun filatelis pun diharapkan tidak mau membeli benda-
benda filateli yang sebenarnya tidak boleh dimiliki umum.
Memiliki benda filateli itu untuk keperluan pribadi bisa dikatakan
sama dengan memiliki benda ilegal.(B-8)
-------
Last modified: 31/5/2002
Suara Pembaruan 2 Juni 2002
HOME | Today's
News | Shopping | Add URL Copyright 1999-2002 © SuratkabarCom Online
|