| |
Kegiatan PPKMU Cenderung Mundur
23/02/2003 (21:00)
TOKYO (LoveIndonesiaPhilately) -
Kegiatan PPKMU Cenderung Mundur
Perkembangan numismatik di Indonesia boleh dibilang sangat lambat. Padahal
hobi mengumpulkan uang sudah dikenal sejak masa pendudukan Jepang, sekitar
tahun 1942-1945.
Waktu itu segelintir bangsa pribumi mulai coba-coba menyimpan lembar-lembar
uang kertas dan keping-keping uang logam (koin). Sayang, di tengah
berkecamuknya perang, tentara-tentara Jepang menggerebek rumah mereka
karena disangka menyembunyikan pejuang republik.
Anehnya, barang-barang berharga di rumah tersebut tidak digubris para
tentara. Yang justru diambil adalah koleksi-koleksi mata uang pribumi itu.
Jelas ini menunjukkan mata uang merupakan benda yang lebih berarti
dibandingkan berbagai benda berharga lainnya.
Kegiatan mengumpulkan benda-benda numismatik dengan objek utama mata uang
kemudian berjalan perlahan-lahan. Beberapa orang mulai melihat dan
menghayati betapa pentingnya melindungi, memelihara, dan melestarikan mata
uang Indonesia.
Maka kemudian mereka membentuk sebuah organisasi bernama Perhimpunan
Penggemar Koleksi Mata Uang (PPKMU) pada 26 Oktober 1972.
Hingga kini, jumlah anggota PPKMU masih sekitar ratusan orang. Itu pun
sebagian besar berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Sebagian kecil berada
di Surabaya karena PPKMU cabang Surabaya pernah aktif beberapa tahun lalu.
Bapak Angkat
Mengapa perkembangan PPKMU begitu tersendat, tentu ada alasan yang
mendasarinya. Tidak dipungkiri kalau uang-uang lama sukar dicari di
pasaran. Kalaupun ada berharga relatif mahal, meskipun ada beberapa yang
terjangkau orang kebanyakan.
Karena itu hanya orang-orang tertentu yang mampu memilikinya, apalagi yang
berharga tinggi-taruhlah ratusan ribu hingga jutaan rupiah per koleksi.
Bandingkan dengan prangko. Bermodalkan Rp 100.000 saja, seorang filatelis
sudah mampu memperoleh seabreg benda koleksi. Nah, kalau numismatis?
Paling-paling dengan jumlah uang yang sama kita hanya mampu membeli sekitar
sepuluh koleksi.
Lain daripada itu, seorang filatelis yang rajin berkorespondensi dengan
sahabat pena di dalam negeri dan luar negeri, pasti akan mampu menambah
perbendaharaan koleksinya.
Seorang numismatis umumnya harus merogoh kocek banyak untuk memuaskan
kesenangannya.
Kendala lain bagi numismatis adalah pemerintah tidak menerbitkan mata uang
setiap tahun. Bagaimana jadinya angggapan masyarakat kalau setiap tahun
keluar uang baru. Berbeda dengan prangko. Dalam setahun pemerintah
mengedarkan tidak kurang dari 20 keping prangko.
Pada bagian lain, para filatelis mendapat dukungan dari bapak angkatnya,
yakni PT Pos Indonesia. Karena itu organisasi filateli banyak tersebar di
seluruh Indonesia.
Selain Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) pusat dan cabang, para
filatelis juga memiliki klub filateli, antara lain Pramuka Pencinta
Filateli.
Jangan heran bila kemudian jumlah filatelis membengkak dengan cepat. Kini
jumlah filateli di seluruh Indonesia mencapai ratusan ribu orang.
Berbagai kegiatan aktif dilaksanakan para filatelis. Penerbitan buletin,
seminar, temu anggota, bursa, lelang, dan pembuatan situs internet kerap
diselenggarakan silih berganti.
Bahkan mereka mempunyai Himpunan Penulis Filateli dan Asosiasi Pedagang
Prangko Indonesia yang setiap tahunnya menerbitkan buku katalogus.
Selama ini para numismatis harus berjalan sendiri. Kantor sekretariat pun
tidak punya dan biasanya nebeng pada rumah atau kantor ketua umum PPKMU.
Beberapa tahun lalu upaya untuk mendapatkan bapak angkat dari Departemen
Keuangan gagal. Begitupun dari Bank Indonesia dan Perum Peruri, tidak ada
perhatian sama sekali.
Dampaknya makin terasa. Kegiatan PPKMU bukannya bertambah maju, malah
cenderung mundur. Arisan PPKMU yang biasanya diselenggarakan secara
mandiri, kini harus mendompleng pada kegiatan PFI.
Sementara itu, kenyataan yang ada, dalam kegiatan PPKMU dan PFI justru
banyak kolektor mancanegara terlibat di dalamnya.
Saat ini PPKMU sudah (atau baru?) berusia 30 tahun, tetapi banyak hal masih
terabaikan. Untuk itulah para sepuh PPKMU harus memberi perhatian penuh
kepada organisasi dan kegiatan.
Meskipun sejumlah tokoh senior PPKMU menjadi anggota perkumpulan numismatik
di mancanegara, bukan jaminan bahwa PPKMU akan berkembang. Untuk maju,
tentu PPKMU perlu dukungan tenaga dan biaya.
DJULIANTO SUSANTIO
--------------------------------------------------------------------------------
Last modified: 20/2/2003
Suara Pembaruan 23 Februari 2003
HOME | Today's
News | Shopping | Add URL
Copyright 1999-2003
© SuratkabarCom Online
|