suratkabar.com 
 
 
Domain For Sale

suratkabar.com 
Love Indonesia Philately
A Gift For You.....

Perlu, Wadah Kolektor Kartu Telepon  
06/10/2002 (20:00)


Walaupun pemakaian telepon genggam saat ini sudah semakin meluas, kartu telepon umum (KTU) masih cukup banyak digunakan.

JAKARTA (LoveIndonesiaPhilately) - Pemakaian KTU itu langsung dimasukkan ke mesin pesawat telepon yang terpasang di tempat-tempat umum maupun KTU yang penggunanya cukup memencet nomor PIN (personal indentification number) dan mengikuti petunjuk yang diberikan perusahaan jasa penyedia layanan telepon.

Dari data sejarahnya, diketahui bahwa KTU pertama kali digunakan di Italia pada tahun 1976. Penggunaan KTU tersebut segera disambut hangat masyarakat luas. Warga yang perlu menggunakan telepon umum, tidak perlu repot menyiapkan uang logam (koin) untuk dimasukkan ke mesin telepon.

Lebih lagi telepon umum yang untuk memakainya perlu menggunakan koin, biasanya cukup sulit untuk menelepon keluar kota (Sambungan Langsung Jarak Jauh=SLJJ) atau keluar negeri (Sambungan Langsung Internasional= SLI). Persoalannya, banyak telepon umum koin yang tak bisa dipakai untuk menelepon interlokal. Kalau pun ada, orang yang menelepon harus menyiapkan koin dalam jumlah cukup banyak.

Berbagai keterbatasan itu, dapat diatasi dengan menggunakan KTU. Telepon umum yang dapat dipakai menggunakan KTU, hampir seluruhnya dapat digunakan untuk interlokal, baik SLJJ (interlokal ke luar kota) maupun SLI (interlokal ke luar negeri). Tentu saja si penelepon harus memilih KTU yang memiliki pulsa atau unit yang besar.

Belakangan, KTU ternyata menjadi salah satu benda koleksi pula. Hal itu karena umumnya KTU memuat gambar dan foto-foto yang menarik. Bagi perusahaan dan lembaga-lembaga lainnya, KTU dapat dimanfaatkan untuk mencetak gambar atau tulisan yang mempromosikan produk dan jasa mereka.

Tak heran sejak pemunculan perdananya di Italia, banyak negara lainnya yang juga menggunakan KTU. Jepang, termasuk negara yang cepat sekali mengadaptasi sistem ini dan dipakai di telepon-telepon umum di negaranya. Sampai saat ini, mungkin jumlah KTU paling banyak dicetak dan diterbitkan di Jepang.

Sebaliknya, Amerika Serikat (AS) termasuk yang belakangan menggunakan KTU. Bila negara-negara lain pada tahun 1980-an sudah memakai KTU, maka penggunaan KTU di AS baru mulai memasyarakat pada tahun 1990-an.

Sementara di Indonesia, KTU mulai digunakan pada paro kedua tahun 1980-an. Sekitar tahun 1988/1989, KTU sudah dijual kepada masyarakat luas. Pada awalnya, seperti di Eropa dan negara-negara Asia lainnya, KTU yang dipakai di Indonesia adalah KTU yang harus dimasukkan ke dalam pesawat telepon.

Pada paro kedua tahun 1990-an, baru terbit KTU yang menggunakan PIN, dan untuk menggunakannya tak perlu dimasukkan ke dalam pesawat telepon. Bila KTU yang harus dimasukkan ke dalam pesawat telepon diterbitkan oleh PT Telkom, maka KTU dengan PIN yang tak perlu dimasukkan ke dalam pesawat telepon, lebih banyak diterbitkan oleh pihak swasta.

Buku Panduan

Semakin banyaknya penerbitan KTU menyebabkan semakin banyak pula orang yang mengoleksinya. Hobi mengumpulkan kartu telepon ini disebut telegeri, sedangkan kolektornya disebut dengan telegeris. Maka terbit pula berbagai buku panduan dan katalog berisikan cara mengumpulkan, merawat, tukar-menukar benda koleksi, sampai daftar harga KTU yang bernilai tinggi.

Kini, dengan semakin berkembangnya pemakaian telepon genggam, menyebabkan para telegeris juga melirik kartu-kartu telepon prabayar maupun pascabayar.

Apalagi kartu prabayar semakin banyak diterbitkan oleh berbagai perusahaan penyedia jasa layanan telepon genggam.

Bila pada awalnya, desain yang ditampilkan pada kartu-kartu telepon genggam itu hanya berupa lambang perusahaan yang menjual kartu tersebut, kini desainnya semakin beragam. Mulai dari gambar flora dan fauna, sampai para olahragawan berprestasi dan artis-artis terkenal dalam dan luar negeri.

Masalah yang dihadapi para telegeris di Indonesia, adalah wadah untuk berkumpul dan bersama-sama mengembangkan hobi itu bisa dikatakan tak ada. Dulu pernah dibentuk Perkumpulan Telegeris Indonesia (PTI), namun belakangan kegiatannya tak kedengaran lagi. Akibatnya, jumlah telegeris di Indonesia cenderung statis dan bahkan mungkin saja berkurang, tidak bisa bertambah.

Padahal bila ada wadah organisasi yang secara rutin mengadakan pertemuan dan melakukan pembinaan terhadap anggotanya, hobi ini dapat semakin dipromosikan dan dikembangkan lagi.

Contohnya, seperti hobi mengumpulkan prangko atau filateli. Lewat wadah Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI), hobi ini semakin berkembang ke seluruh propinsi di Tanah Air. Tampaknya yang kini diperlukan adalah bertemunya kembali para telegeris yang ada. Lalu bersama-sama membangun kembali komunitas kolektor kartu telepon itu. Untuk itu, diperlukan pula telegeris-telegeris yang mau menjadi pelopornya. Adakah yang berminat? (B-8)

----------------------------------------------------

Suara Pembaruan 6 Oktober 2002 | Last modified: 3/10/2002


HOME | Today's News | Shopping 

Copyright 1999-2002 © SuratkabarCom Online